SulbarUpdate.com, MAJENE – Sejak tahun 2021 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) setidaknya mencatat 1.577 kejadian cuaca ekstrem di Indonesia. Dikutip dari laman bnpb.go.id, cuaca adalah kondisi atmosfer yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu, sedangkan cuaca ekstrem adalah kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta.
Demikian yang sedang terjadi di bagian Barat Sulawesi. Di Kabupaten Majene dalam satu pekan terakhir cuaca ekstrem yang mengakibatkan bencana alam. Pemukiman penduduk porak-poranda.
Dikutip dari laman repo.itera.ac.id, penyebab cuaca ekstrem adalah karena adanya Monsun Asia, anginnya berhembus secara periodik dari Benua Asia menuju Benua Australia yang melewati Indonesia. Faktor lainnya yaitu adanya suhu hangat permukaan laut di Indonesia dan sekitarnya yang memicu kondensasi menjadi awan hujan dan fenomena gelombang atmosfer. Gelombang atmosfer inilah yang dapat meningkatkan potensi udara basah di sejumlah wilayah di Indonesia yang menyebabkan hujan dan cuaca ekstrem.

Berangkat dari rangkaian peristiwa bencana alam beberapa hari terakhir, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majene, Muhammad Safaat, meminta keseriusan Pemerintah Daerah dalam menangani tangisan rakyat tersebut.
“Saya minta pemerintah serius tangani bencana alam di Majene khususnya Ulumanda,” tandasnya, Senin (21/11/220.
Menurutnya, selain penanganan bencana saat ini, Pemda diharapkan memperhatikan perencanaan penanggulangan bencana pada tahun anggaran 2023.
Banyaknya bencana yang terjadi saat ini dikhawatirkan tidak dapat ditangani secara maksimal.
“Persoalan ini sangat serius, jadi saya minta anggaran penanggulangan bencana jadi program utama tahun depan,” tambah Anggota Dewan asal Dapil Tiga Malunda-Ulumanda tersebut.
Sambalagia & Tatibajo, Halamannya Diamuk Bencana
Sambalagia, sebelum bencana datang warganya masih bercakap riang. Rumah-rumah masih berdiri kokoh menyelimuti setiap anak dari dinginnya malam. Tetapi, siang itu tepatnya tanggal 18 November 2022 suasana berubah kelam.
Hujan deras disertai angin kencang mengamuk di atas langit Sambalagia, Desa Salutambung, Kecamatan Ulumanda, Majene. Begitu juga Dusun Tatibajo.
Dikutip dari laman masalembo.com, hari itu sebanyak 157 jiwa warga Dusun Sambalagia harus mengungsi akibat banjir yang menerjang pemukiman mereka.
Sungai Tubo benar-benar diluar kendalinya.Sekira 27 rumah dilaporkan hanyut pada hari itu. Masjid dan gedung sekolah juga roboh akibat banjir.
Muhammad Safaat | Perintah Permendagri 84 Tahun 2022
Laporan SulbarUpdate.com sehari setelah banjir bandang tersebut, Muhammad Safaat bersama Kapolsek Malunda dan Anggota Koramil Malunda telah mendatangi lokasi kejadian.
“Kami menyaksikan langsung, pemukiman mereka rata dengan tanah. Semua barang hanyut terbawa banjir. Untung saja kejadiannya pada siang hari jadi mereka masih bisa menyelamatkan diri,” ungkap Muhammad Safaat.
Ia juga mengatakan, bukan hanya di Kecamatan Ulumanda saja tetapi juga di Kecamatan Malunda juga terjadi banjir dan longsor di beberapa titik.
Baca Juga :
https://sulbarupdate.com/longsor-dan-tiang-listrik-tumbang-malunda-ulumanda/
“Jadi sekarang sementara pembahasan APBD Pokok Tahun 2023. Salah satu perintah Permendagri 84 tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2023 adalah Perbaikan Infrastruktur. Jadi yah, sudah arahkan saja itu anggaran kesana! Penanggulangan bencana,” begitu Safaat menegaskan.

Sejak kejadian tersebut, Pemerintah Kabupaten Majene telah menetapkan masa tanggap darurat bencana selama 14 hari ke depan.
Hingga ulasan ini diterbitkan, sebanyak 409 warga masih berada di posko pengungsian yang dibangun pemerintah. Dua tenda milik BPBD Majene berada di halaman Puskesmas Salutambung.
Saat ini, korban banjir masih membutuhkan bantuan di pengungsian.
Penulis : Shaleh Muhammad Sr.