Kades Popenga : Catatan Akhir Masa Jabatan 

Oleh : Muslimin, S,Kom 

(Mantan Kepala Desa Popenga)

Masih berdiri tegak Buttu Karua, gunung yang elok dipandang dari Kampung Batannato. Aku sebut sebagai tanah leluhur yang menelan anak kandungnya sendiri. Tempat lahir dan pulangnya ayahanda tercinta. Di kaki gunung itu, dahan-dahan kayu Gaharu menyaksikan isak tangis sanak saudara yang mencari keberadaan ayah. Ia lenyap bersama jingganya senja sore itu.  

Akhir tahun 2011, Jalalu bin Ta Arae, dinyatakan hilang saat mencari Pohon Gaharu. Berbagai cara telah kami lakukan untuk mencarinya, tetapi hingga hari ini kami tak menemukan sehelai kain pun yang melekat pada tubuhnya.  

Tak ada pusara untuk ziarah, tak ada tempat untuk mengadu. Ia benar-benar pergi untuk selamanya. 

Pembaca yang budiman, sengaja saya memulai catatan ini untuk mengenang hilangnya sosok ayah yang penuh cinta dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Kepada Tuhan dalam setiap sujud hanyalah doa dan pengharapan : ia istirahat dengan tenang untuk selamanya. 

*** 

Enam tahun yang lalu masyarakat Desa Popenga memberikan amanah sebagai kepala desa. Desa yang terbilang baru di Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene. Memisahkan diri dari Desa Ulumanda pada tahun 2010.  

Pada tahun 2018 saya memulai bergerak pelan-pelan membawa Desa Popenga ke masa depan yang lebih baik. Menata pemerintahan baru dengan penuh kehati-hatian.  

Sebagai kepala desa yang baru, tentu banyak persoalan yang dihadapi di tengah masyarakat. Menjaga jalannya roda pemerintahan dengan banyak tekanan adalah ujian paling sulit sejak menjabat sebagai kepala desa. Tetapi dengan komunikasi yang terjalin dengan baik, kami dan kawan-kawan pemerintah desa bisa berdiri tegak dan menyelesaikan masa jabatan dengan baik. 

Saya sadar betul bahwa perjalanan selama enam tahun masih banyak kekurangan, atau pun program harapan masyarakat yang belum kesampaian. Meski demikian tidak sedikit juga program yang dilahirkan dalam musyawarah desa berjalan dengan baik. Sebut saja pembukaan lahan persawahan. Kurang lebih 50 hektar sawah telah terbuka dalam perjalanan enam tahun belakangan ini. 

Perjalanan yang cukup singkat untuk membangun Desa Popenga yang Maju, Mandiri, Sejahtera, Mapaccing dan Religius. Tetapi harapan selalu ada pada kesempatan-kesempatan yang lain, bagi saya tidak harus menjabat sebagai kepala desa untuk bisa memberikan perubahan kepada Desa Popenga. 

Pertengahan masa jabatan sebagai kepala desa, kami ditimpa masalah yang cukup serius. 2019 Covid-19 menjadi persoalan internasional. Wabah yang benar-benar melumpuhkan aktifitas seluruh penjuru dunia. Dua tahun kemudian, tepatnya Januari 2021, gempa berkekuatan 6,2 Magnitudo meluluhantahkan Sulawesi Barat. Benar-benar masalah yang sangat kompleks untuk dipecahkan dalam kepala kecil ini. 

Hari ini, 28 November 2023 adalah hari terakhir Garuda melekat pada dada ini. Kenyataan yang sulit untuk diterima, bukan karena jabatan, tetapi andai dibolehkan saya ingin berlama-lama mengabdi untuk masyarakat. Ibarat pepatah klasik, pertemuan selalu saja diakhiri dengan perpisahan. 

Melalui tulisan pendek ini, saya membungkuk di hadapan rekan-rekan, keluarga, dan seluruh warga Popenga terkasih : kurru sumanga pole paraja. Maaf atas segala kekeliruan, terimakasih telah membersamai selama enam tahun. 

Biarlah harapan dan doa terpatri dalam relung jiwa ini. Jabatan hanyalah titipan, semua akan berakhir pada batas-batas kehendak yang kuasa. 

Jika mengutarakannya dengan tulisan, mungkin akan lahir sebuah buku tentang perjalanan ini. Tetapi inilah point penting yang ingin saya sampaikan. Semoga hari-hari berikutnya kita semua diberikan kesehatan untuk duduk bersama sembari menyeduh secangkir kopi buatan Ny. Warnida.  

Sekian,-