APPM Soroti Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa Batetangnga Lewat Pos “Keadaan Mendesak”

Akmal Muhajir (Ketua APPM Polman Kota Parepare)

Polewali Mandar Aliansi Pemuda Pelajar Mahasiswa (APPM) Polewali Mandar Kota Parepare menyoroti dugaan penyalahgunaan Dana Desa di Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang. Dalam tiga tahun terakhir, pos anggaran bertajuk “keadaan mendesak” menyedot dana hingga lebih dari Rp 1 miliar tanpa kejelasan program, dokumentasi, maupun pertanggungjawaban yang sah secara administratif.

Berdasarkan penelusuran terhadap dokumen anggaran desa dari tahun 2022 hingga 2024, pos “keadaan mendesak” digunakan secara berulang dengan pola yang sama tiap tahunnya, tanpa bukti adanya kejadian darurat ataupun penetapan status darurat secara resmi.

Pada 2022, dari total anggaran desa sebesar Rp 1,55 miliar, sekitar Rp 622 juta dialokasikan untuk 12 kolom kegiatan yang semuanya berlabel “keadaan mendesak”. Tahun 2023, pola serupa menyedot Rp 302 juta, dan pada 2024 sebanyak Rp 75 juta lebih kembali dialokasikan untuk enam kegiatan serupa. Total akumulasi penggunaan anggaran tanpa kejelasan ini mencapai Rp 1.000.800.000.

Ketua APPM Polewali Mandar Kota Parepare, Muhammad Akmal Muhajir, menilai praktik tersebut sebagai bentuk pembusukan birokrasi desa dan pengabaian prinsip akuntabilitas publik.

“Saya lahir dan besar di Batetangnga. Ari-ari saya dikubur di tanah ini. Maka saya tidak bisa diam ketika uang rakyat yang seharusnya untuk pemberdayaan diputar dalam ruang gelap birokrasi,” tegas Akmal (12/6).

Ia menyebut penggunaan istilah “keadaan mendesak” tanpa dasar dokumentatif sebagai modus sistematis yang menyelubungi pelanggaran dengan legalitas semu.

“Tidak ada bencana, tidak ada kejadian luar biasa, tapi miliaran rupiah hilang dalam label ‘keadaan mendesak’ yang sepi pertanyaan dan minim kejujuran,” tambahnya.

Padahal, menurut Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2022, penggunaan Dana Desa harus transparan, partisipatif, akuntabel, dan berbasis kebutuhan nyata masyarakat. Pos “keadaan mendesak” hanya sah jika disertai kajian risiko, dokumentasi lengkap, dan penetapan status darurat oleh otoritas resmi.

Akmal menegaskan bahwa APPM akan mendorong pengusutan mendalam oleh lembaga terkait seperti Inspektorat Daerah dan APIP, dan tidak menutup kemungkinan mendorong keterlibatan BPK hingga KPK jika diperlukan.

“Ini bukan sekadar cerita desa. Ini miniatur korupsi struktural. Ketika masyarakat diam, birokrasi nyaman menilep dana publik dengan istilah yang tak pernah diuji,” pungkasnya. (*)