Disdikpora Teken MoU Bersama DPMD Majene Bentuk Posko Pendidikan

Sulbarupdate.com, MAJENE– Tantangan Indonesia semakin hari semakin kompleks terutama di bidang pendidikan. Terang saja, saat ini negara luar menjajah kita tidak lagi dengan senjata melainkan dengan pemikiran, ide, hingga budaya yang sejatinya tidak cocok dengan bangsa Bumi Pertiwi.

Jikalau pelajar di negeri ini tidak cukup cerdas memahami itu semua, maka perlahan mereka bakal kehilangan identitas dan jati diri yang berimbas pada hancurnya generasi bangsa.

Padahal negeri ini sudah sejak jauh-jauh hari punya cita-cita mulia, yaitu ingin mewujudkan Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. Program wajib belajar 12 tahun adalah salah satu jalan penggapainya, dan kompentensi pembelajaran Abad 21 adalah hal yang harus diupayakan.

Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sulbar dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulbar, hingga tahun 2022 ini, angka putus sekolah anak usia 7-15 tahun total Sulbar capai 12.611 anak dan 1.885 berasal dari Kabupaten Majene.

Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Majene melalui Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga membentuk posko pendidikan di setiap kelurahan dan desa. Hal itu berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 2 tahun 2014.

Kadisdikpora Kabupaten Majene, Mitthar Thala Ali, mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan program wajib belajar bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Majene.

“Kami dan PMD teken MoU untuk program posko pendidikan di setiap desa. Tinggal bagaimana kita sama-sama bekerja,” jelasnya, Rabu (21/09/22).

Lanjut Mitthar, tugas posko pendidikan di desa dan keluharan adalah melakukan pendataan semua anak yang putus sekolah.

“Cara kerja posko pendidikan adalah memastikan semua anak yang putus sekolah didata dan kemudian dimasukkan dalam data induk posko,” tambahnya.

Setelah itu, Pemerintah Desa mencari solusi agar semua anak putus sekolah bisa kembali belajar.

“Selain intervensi anggaran, juga mencari cara agar anak-anak ini kembali mendapatkan haknya kembali belajar. Baik itu sekolah formal atau pusat kegiatan belajar masyarakat lainnya,” tutup Mitthar Thala Ali.