Potret Dusun Pamoseang, Desa Pamoseang, Kabupaten Mamasa. Nampak tiang listrik yang tidak berfungsi. [Gambar : Dokpri]
SulbarUpdate.com,— Nestapa tak berujung, awal mulanya pun tak tau kapan. Pamoseang dan Indobanua gelap gulita meski tiang-listrik berdiri kokoh di sepanjang jalan. Dua desa yang terabaikan saat Indonesia menuju satu abad kemerdekaan.
Republik ini telah berganti presiden sebanyak delapan kali, tiga periode jabatan Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), dan Mamasa pun empat kali berganti bupati, tetap saja Pamoseang dan Indobanua gelap, sunyi, dan berhias lumpur tanah merah. Yang katanya listrik untuk rakyat, nyatanya tiang listrik yang terbengkalai.
Fakta berbicara, negara besar yang terkenal sejagat raya nyatanya tak mampu memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. APBN adalah hal mitos, bahkan sesuatu yang belum dapat di bahasakan oleh masyarakat Pamoseang dan Indobanua.
Pancasila hanya poster belaka di sudut-sudut dinding banguan kumuh [ Sekolah dan Kantor Pemerintah ], bahkan jadi pembungkus kopi oleh warga Pamoseang, tanpa mereka pahami ada kehidupan layak dibalik lima sila pada kertas poster itu — Aneh bin Ajaib.
Saya menduga Pamoseang dan Indobanua tercatat sebagai desa yang sudah mendapatkan akses listrik sesuai data Kementerian ESDM, pada tahun 2020. Terdapat 433 desa yang belum mendapatkan akses listrik dari total 83.436 desa di Indonesia.
Pasalnya, Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini dikutip dari Antara (2020), mengatakan bahwa PLN akan melakukan terobosan untuk mengaliri listrik kepada 433 desa. Ratusan desa tanpa listrik itu tersebar di Papua sebanyak 325 desa, Papua Barat 102 desa, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak lima desa, dan Maluku satu desa.
Sulawesi Barat tidak disebutkan, alih-alih menyelesaikan pekerjaan, diduga kuat pihak terkait ABS (Asalkan Bos Senang), bahwa Sulbar dalam presentase 100% desa teraliri listrik.
Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kementerian ESDM dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero memastikan seluruh desa di Indonesia teraliri listrik pada tahun 2020, sehingga rasio elektrifikasi nasional mencapai 100 persen dari posisi saat itu yang sebesar 99,48 persen.
Untuk mengetahui lebih jelas, apa persoalan yang mengakibatkan gagalnya aliran listrik masuk ke Desa Pamoseang dan Indobanua sampai pada tahun 2025 ini, Mahasiswa dari dua desa tersebut sedang memulai gerakan konsolidasi. Mengawal keberlanjutan proyek yang diduga gagal oleh PT PLN.
Konsolidasi di gelar pukul 14.00 Wita di Jalan Muhammad Yamin Kota Makassar dan dihadiri puluhan Mahasiswa dari Desa Pamoseang dan Indobanua yang sebagian tergabung secara daring.
Inisiator konsolidasi, Rahmat Dahman, menyebut bahwa konsolidasi yang mereka lakukan merupakan respon terhadap permasalahan listrik yang dialami oleh warga Pamoseang dan Indobanua, dimana menurutnya, warga di kedua desa itu terkendala penerangan pada malam hari.
“Jadi konsolidasi ini adalah respon terhadap kondisi Listrik di desa Pamoseang dan Indobanua yang sampai hari ini masyarakatnya masih terkendala penerangan pada malam hari,” tegasnya, Selasa (7/1/25).
Rahmat yang juga selaku ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Mambi (HPMB) Kota Makassar, mejelaskan bahwa sejak tahun 2017 pihak PLN sudah memasang tiang listrik di dua desa itu tapi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan warga bisa menikmati layanan listrik yang layak.
“Sampai saat ini, kedua desa tersebut hanya mengandalkan PLTMH dan tenaga surya seadanya untuk penerangan,” tambah Rahmat.
Miris, ratusan rumah dan lorong-lorong belumpur juga gelap di tahun 2025, namun serasa hidup di era awal kemerdekaan. Pamoseang dan Indobanua juga punyak hak yang sama, menikmati listrik negara. Bukan anak tiri, melainkan pewaris sah negeri ini.
Mereka berkonsolidasi untuk menyatukan persepsi, dan mencari solusi terkait kondisi di halaman mereka. Jadi jangan halangi mereka untuk menuntut haknya. Juga jangan mengaku pemimpin bangsa ini, Provinsi ini, Kabupaten ini, jika mengurus dua desa saja tidak mampu. Camkan itu ! Jangan malu-maluin.
SHALEH PAMOSEANG